Kamis, 15 Maret 2018

tauhid Mulkiyah

Menegakkan dan menguasai hari pembalasan[sunting | sunting sumber]

Tidak ada keraguan bahwa Allah akan menegakkan hari kiamat, memusnahkan dunia dan membangkitkan kembali manusia. Pada hari itu, kekuasaan sepenuhnya di tangan Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Furqan ayat 26:
“Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir.”
Serta disebutkan pula dalam Al-Quran surat Ghafir ayat 16-17:
“(Yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur), tiada suatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): "Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?" Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya.”

Menyelesaikan semua urusan[sunting | sunting sumber]

Tentang keesaan Allah dalam hal kembalinya segala urusan untuk diputuskan, disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 210:
“Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan, dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.”
Serta yang utama adalah memutuskan perselisihan dalam perkara agama, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Jatsiyah ayat 17:
“Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama), maka mereka tidak berselisih melainkan sesudah datang kepada mereka pengetahuan karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Sesungguhnya Tuhanmu akan memutuskan antara mereka pada hari kiamat terhadap apa yang mereka selalu berselisih padanya.”

Menegakkan keadilan, membuat perhitungan dan membalas semua perbuatan[sunting | sunting sumber]

Tentang keesaan Allah dalam memberi hukuman dan perhitungan, disebutkan dalam Al-Quran surat Al-An’am ayat 62:
“Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum hanya kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.”
Tentang keesaan-Nya dalam memberi balasan, pahala dan pertolongan, disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 44:
“Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.”

Konsekuensi[sunting | sunting sumber]

Tanda seseorang beriman kepada tauhid mulkiyah adalah ikhlas mengharapkan ampunan dan balasan hanya kepada Allah. Sebab tidak ada yang dapat memberikan kebaikan dan keselamatan di akhirat kecuali Allah. Serta tidak ada satupun makhluk yang mampu memberi pertolongan tanpa izin dari-Nya. Adapun di antara dalil-dalilnya yaitu :
  • “Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya? (Tidak), maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai (Nya).” (QS. An-Najm : 24-26)
  • “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan.” (QS. Al-Insan : 9-10)

Kedudukan tauhid mulkiyah dalam Islam[sunting | sunting sumber]

Tauhid adalah dasar Islam yang paling agung dan hakikat Islam yang paling besar. Semua cabang keimanan berasal dari tauhid dan kembali menuju kepadanya. Tauhid diibaratkan batang utama sebuah pohon di mana cabang-cabang lain berasal darinya. Dalam sebuah hadits disebutkan yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:
“Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Cabang paling utamanya adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.”
Setiap bagian tauhid memiliki kedudukan masing-masing termasuk tauhid mulkiyah. Dimana tauhid asma wa sifat sebagai latar belakang penciptaan manusia, tauhid rububiyah sebagai modal bagi manusia, tauhid uluhiyah sebagai tugas bagi manusia sedangkan tauhid mulkiyah sebagai balasan bagi manusia.
Dalil yang menunjukkan tentang balasan bagi orang yang bertauhid dan tidak, contohnya :
  • “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar (surga). Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu adalah penghuni neraka.” (QS. Al-Maidah : 9-10)
  • “Barangsiapa yang mati tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka ia wajib masuk surga. Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka ia wajib masuk neraka.” (HR. Muslim dari Jabir)

Bukti adanya tauhid mulkiyah[sunting | sunting sumber]

Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tauhid mulkiyah merupakan salah satu dari empat bagian tauhid di antaranya:

Al-Quran surat Al-Fatihah ayat 2-5[sunting | sunting sumber]

Disebutkan dalam ayat tersebut :
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”
Pada surat ini, disebutkan keempat tauhid secara lengkap yaitu tauhid rububiyahasma wa sifat, mulkiyah dan uluhiyah.

Al-Quran surat An-Nas ayat 1-3[sunting | sunting sumber]

Disebutkan dalam ayat tersebut :
“Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia.”
Pada surat ini disebutkan tiga tauhid yaitu rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah.

Bacaan dzikir[sunting | sunting sumber]

Dzikir dan shalawat adalah penyempurna dan penguat syahadat. Hubungan zikir-shalawat dengan syahadat seperti shalat sunah dengan shalat wajib, sedekah dengan zakat, puasa sunah dengan puasa wajib serta umrah dengan haji. Dzikir adalah ucapan yang diperbanyak dalam rangka menguatkan syahadat terutama keimanan terhadap tauhid asma wa sifat, rububiyah, mulkiyah dan uluhiyah. Contohnya:
  • Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah: “Niscaya kalau saya mengucapkan “Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar” (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah adalah Maha Besar), maka itu adalah lebih saya sukai daripada apa saja yang matahari terbit atasnya (dunia dan seisinya)." Dimana ucapan “subhanallah” (Maha Suci Allah) adalah pengakuan tauhid asma wa sifat. Ucapan “alhamdulillah” (segala puji bagi Allah) adalah pengakuan tauhid rububiyah. Ucapan “la ilaha illallah” (tiada tuhan selain Allah) adalah pengakuan tauhid uluhiyah. Sedangkan ucapan “Allahu akbar” (Allah Maha Besar) adalah pengakuan tauhid mulkiyah yang berarti Allah lebih pantas ditakuti dan diharapkan balasannya.
  • Demikian pula dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah: “Barangsiapa yang membaca “Subhanallah” (Maha Suci Allah) setiap selesai shalat sebanyak 33 kali dan membaca “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah) sebanyak 33 kali dan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) sebanyak 33 kali dan untuk menyempurnakan keseratusnya ia membaca “La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai’in qadir” (Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua kerajaan dan pujian dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka diampunkan untuknya kesalahannya, sekalipun banyaknya seperti buih lautan." Dimana ucapan “la ilaha illallahu wahdahu la syarikalah” (Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya) adalah pengakuan tauhid uluhiyah. Ucapan “lahul mulku” (bagi-Nya semua kerajaan) adalah pengakuan tauhid mulkiyah. Ucapan “lahul hamdu” (bagi-Nya semua pujian) adalah pengakuan tauhid rububiyah. Serta ucapan “wa huwa 'ala kulli syai’in qadir” (dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu) adalah pengakuan tauhid asma wa sifat.
  • Serta dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad dari Abu Barzah Al-Aslami ia berkata : “Jika Rasulullah SAW hendak bangun dari suatu majelis dia membaca: Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaika (Maha suci Engkau Ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, aku bersaksi tiada tuhan selain Engkau, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu). Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Dia menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis.” Di mana ucapan “subhanakallahumma” (Maha suci Engkau Ya Allah) adalah pengakuan tauhid asma wa sifat. Ucapan “wabihamdika” (segala puji bagi-Mu) adalah pengakuan tauhid rububiyah. Ucapan “asyhadu alla ilaha illa anta” (aku bersaksi tiada tuhan selain Engkau) adalah pengakuan tauhid uluhiyah. Serta ucapan “astaghfiruka wa atubu ilaika” (aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu) adalah pengakuan tauhid mulkiyah.

Rukun Iman[sunting | sunting sumber]

Rukun iman yang enam mencakup keempat jenis tauhid, yaitu :
  • Beriman kepada Allah mencakup semua tauhid secara umum dan tauhid asma wa sifat secara khusus. Di mana tauhid asma wa sifat sebagai latar belakang tauhid lainnya.
  • Beriman kepada malaikat, kitab dan rasul adalah bagian tauhid uluhiyah.
  • Beriman kepada hari akhir adalah bagian dari tauhid mulkiyah.
  • Beriman kepada takdir Allah adalah bagian dari tauhid rububiyah.

Inti keimanan[sunting | sunting sumber]

Inti keimanan adalah seseorang ibadah kepada Allah dengan tunduk ikhlas dan tawakal kepada-Nya. Di mana ibadah merupakan pengagungan kepada Allah yang merupakan konsekuensi dari tauhid asma wa sifat. Tunduk adalah konsekuensi dari tauhid uluhiyah dan beriman kepada malaikat, kitab dan rasul. Ikhlas adalah konsekuensi dari tauhid mulkiyah dan beriman kepada hari akhir. Sedangkan tawakal adalah konsekuensi dari tauhid rububiyah dan keimanan kepada takdir Allah.

Syarat diterimanya amal[sunting | sunting sumber]

Ada 3 syarat diterimanya amal seseorang yaitu ikhlas, mutaba’ah (tunduk kepada petunjuk Allah) dan tawakal (beriman kepada takdir). Dalil-dalilnya antara lain:
  • “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khattab)
  • “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah)
  • “Seandainya engkau menginfaqkan emas di jalan Allah sebesar Gunung Uhud, tidaklah Allah akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu maka tidak akan luput darimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tidak akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaan mengimanai selain ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka.” (HR. Ahmad dari Ubay bin Ka’ab, Hudzaifah, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit)

Jenis kekafiran[sunting | sunting sumber]

Ada 3 jenis kekafiran yaitu kafir, musyrik dan munafik. Orang kafir adalah orang yang tidak mau tunduk kepada Allah dan batal tauhid uluhiyahnya. Orang musyrik adalah orang yang bertawakal kepada makhluk lain selain Allah dan batal tauhid rububiyahnya. Adapun orang munafik adalah orang yang tidak ikhlas hidupnya (untuk Allah dan akhirat) dan batal tauhid mulkiyahnya.

Kontroversi[sunting | sunting sumber]

Di tengah umat Islam terjadi kontroversi tentang adanya tauhid mulkiyah. Secara garis besar ada 4 kelompok yang berbeda pendapat.
  • Kelompok pertama adalah yang menolak adanya pembagian tauhid secara menyeluruh. Kelompok ini berpendapat bahwa pembagian tauhid adalah bid’ah. Sebab tidak ada pada zaman kenabian. Namun pendapat mereka dibantah oleh kelompok lainnya bahwa pembagian ini bukan bid’ah sebab sebatas penyusunan ilmu saja.
  • Kelompok kedua adalah yang menetapkan tauhid mulkiyah sebagai keesaan Allah dalam kerajaan dan kekuasaan di dunia serta kewajiban berhukum hanya dengan hukum Allah.
  • Kelompok ketiga adalah yang menetapkan tauhid hanya rububiyah, uluhiyah dan asma wa sifat tanpa tauhid mulkiyah. Kelompok ini berpendapat penetapan tauhid mulkiyah oleh kelompok kedua adalah salah. Sebab tauhid mulkiyah yang ditetapkan kelompok kedua telah tercakup pada tauhid rububiyah dan uluhiyah.
  • Kelompok keempat adalah yang menetapkan tauhid mulkiyah sebagai keesaan Allah dalam segala perbuatan-Nya di akhirat. Kelompok ini memisahkan antara tauhid mulkiyah dengan tauhid rububiyah. Sehingga tauhid rububiyah lebih dikhususkan sebagai keesaan Allah dalam segala perbuatan-Nya di dunia. Kelompok keempat ini memandang penjabaran tauhid rububiyah oleh kelompok kedua dan ketiga lebih cenderung pada perbuatan Allah di dunia. Serta kurang menjelaskan perbuatan Allah lainnya terutama di akhirat nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tauhid Mulkiyah

Menegakkan dan menguasai hari pembalasan [ sunting  |  sunting sumber ] Tidak ada keraguan bahwa Allah akan menegakkan hari kiamat, memus...